MEMBANGUN MORAL KOMITMEN



MEMBANGUN MORAL KOMITMEN
DAN INTEGRITAS GURU

Oleh Garmawandi *)

PERMASALAHAN kualitas layanan pendidikan tidak lepas dari karakter, komitmen serta integritas lembaga sekolah sebagai sebuah entitas pendidikan dan guru dalam memberikan layanan pendidikan bermutu di sekolah. Konsep melakukan layanan prima pendidikan merupakan kewajiban agar tercapainya layanan jasa pendidikan bermutu sebagai suatu rangkai proses dari suatu sistem yang saling berkorelasi antara beberapa komponen input, process, output, dan berorientasi pada outcome dan imfact pada produk yang dihasilkan supaya memenuhi standar mutu yang ditetapkan.
Entitas lembaga sekolah sebagai organisasi sektor publik wajib melakukan layanan profesional yang murah dan berkualitas yang dapat memberikan kepuasan kepada pengguna jasa layanan. Pencapaian makna kepuasan pelanggan, harus dilakukan dengan model MBS dan Manajemen Mutu Terpadu yang berbasis kepada Manajemen Perubahan (change of management), sebagai sebuah inovasi manajemen organisasi modern. Sekolah harus diberikan keleluasan memberdayakan dan mengembangkan dirinya, dan tidak semestinya harus lagi terikat pada kaidah-kaidah kaku, namun  harus mampu mengelola sumber daya sekolah yang tidak lagi berpola mekanistik, namun harus berpola organik yang mengarah kepada total involvement dan continuous improvment dalam membangun organisasi, sehingga akan tercapainya tujuan sekolah dan tujuan pendidikan yang berbasis kepada tercapainya pendidikan yang berkualitas tinggi, atau “Big Q” (=big quality).
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas tinggi, sesuai dengan tujuan manajemen organisasi modern dan manajemen perubahan, kepala sekolah harus mulai mengajak dan melibatkan orang lain (semua warga sekolah) dalam kegiatan di sekolah sebagai sebuah bentuk memberdayakan dan mengembangkan performance individu guru agar mereka mau berpikir, berbuat, bertindak, serta mempertanggungjawabkan proses dan produk yang dihasilkan. Seseorang (guru) akan akan merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab, jika dia atau individu itu sendiri terlibat dan diberdayakan dalam sistem kegiatan yang direncanakan dan dilakukan.
Guru pada saat sekarang ini, tidak lagi hanya bertugas untuk mengajar (transfer of knolwlegde) pada peserta didiknya, akan tetapi guru punya tanggungjawab moral untuk meningkatkan dan membangun serta mengembangkan kinerja dirinya dalam organisasi dalam bentuk sharing of knowledge antara sesama guru, guru dengan manajemen sekolah yang kemudian akan diberdayakan kepada peserta didiknya secara potensial dan berkelanjutan (sustainable of value-creation), sehingga peserta didik akan memiliki ilmu dan pengetahuan yang mumpuni, kompeten, dan mampu bersaing dengan peserta didik lainnya diluar sekolah.
Guru harus mampu menciptakan karakter peserta didik yang berbudi pekerti luhur, beretika, dan berbudaya. Guru harus mampu membangun peserta didiknya untuk memiliki kemampuan ilmu dan pengetahuan yang mampu bersaing di luar entitas sekolahnya. Guru harus mampu membangun pendidikan yang memiliki makna melekat dalam hati dan sanubari jiwa peserta didiknya. Namun upaya mencapai dan menciptakan itu bukanlah barang mudah ! Sertifikasi guru, dan tunjangan profesional guru belum mampu membangun kinerja guru yang mampu diakui oleh publik sebagai sebuah “kinerja profesional”. Kinerja guru masih dipertanyakan ! Memang tidak semua guru melalaikan tugas mulia profesionalnya, namun upaya pencapaian mutu dan kualitas pendidikan di Indonesa secara kolektif masih menunjukkan keterpurukan.
Tugas pembelajaran dan pendidikan merupakan tugas sistematis dan sistemik dari sebuah rangkaian pencapaian tujuan pendidikan nasional. Namun komponen utama pencapai proses tetap ada pada guru sebagai ujung tombaknya. Pertanyaan yang muncul dalam pikiran kita sekarang adalah, bagaimanakah guru mampu membangun dirinya untuk mencapai hal itu semua !
Jawabannya sederhana namun rumit untuk dilakukan, penggunaan performance appraisol pada guru, belum mampu mengajak guru untuk berdaya. Namun kita sudah harus mulai berpikir  rasional, bahwa semua itu harus dibangun dan dimulai dari dalam hati guru itu sendiri. Guru harus mulai menggunakan “hati” dengan untuk membangun dirinya sendiri. Self of Improvement harus ada pada setiap guru sebagai bentuk upaya moral untuk membangun komitmen. integritas diri dan profesionalisme dirinya sebagai seorang pendidik. Guru harus kapabel dari segi kompetensi dan etika pribadi dalam membangun kultur diri dan kultur lembaga yang bisa menciptakan budaya profesional dirinya. Guru harus dikenalkan lagi  dengan konsep berdaya “ing-ing-tut” seperti yang dicontohkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Komitmen harus dibangun untuk menjadikan guru sebagai orang-orang yang benar-benar mengakui dirinya adalah seorang guru dan pendidik sejati. Komitmen merupakan pencitraan profesionalisme dirinya di masyarakat. Dengan komitmen, guru akan melakukan tugasnya dengan penuh rasa tanggungjawab sebagai bentuk pemberdayaan diri dalam profesinya. Integritas merupakan bentuk moralitas seorang profesional atas tanggungjawab yang diembannya. Dipundak guru, ada tugas mulia yakni mengantarkan putra putri bangsa ini menjadi seorang individu yang dewasa, cerdas, berkarakter, beretika dan berbudi pekerti luhur, serta memiliki nilai kompetensi pendidikan yang mampu membuat mereka bersaing dengan individu lainnya diluar.
Guru adalah teladan ketika dia berada didepan, menjadi seorang yang memberi prakarsa ketika ia berada ditengah, dan akan menjadi pendorong ketika dia berada di belakang. Sudahkah semua guru melakukan itu, tentu jawabannya “belum”? Kapan akan memulainya ? Pasti jawabannya “tidak tahu”, atau mungkin “nanti”. Semua jawaban itu bukan jawaban seorang pendidik yang kompeten, profesional dan kapabel. Tapi jawaban itu adalah jawaban seorang guru yang pasrah dan tidak berdaya dengan identitas profesionalismenya.
Sudah saatnya mari kita “ajak” guru kita untuk lebih berdaya dan berguna untuk putra putri bangsa ini. Nilai Ujian Nasional bukan tujuan akhir, tapi proses yang total dan lebih berdaya kan menghasilkan individu yang bermutu dan berkualitas di masyarakat. Berikan mereka pembelajaran yang bermakna dan melekat, agar mereka memiliki bekal untuk berproses dimasyarakat dan lingkungannya, serta mereka mampu bersaing dengan individu lainnya dalam melakukan kompetisi.
Guru harus mengajarkan membangun “integritas” pada peserta didik, dan juga guru harus menjadi contoh “mana yang baik” dan “mana yang buruk”. Karakter bangsa harus mulai dibangun dari karakter pendidikan yang kemudian bermuara kepada terbentuknya integritas nasional, sehingga bangsa ini tidak selalu dikotori oleh kalimat-kalimat dan contoh individu dan organisasi yang “buruk”.
Paparan ini menggariskan, bahwa globalisasi telah mengharuskan guru untuk membangun  integritas dan kapabelitas dirinya dalam pembelajaran, yang berujung kepada makna bahwa sebenarnya guru adalah orang yang harus selalu bersama-sama belajar dan belajar.

*) Garmawandi, adalah Guru SMA Negeri 2 Tanjungpandan yang sedang Tugas Belajar di MM UGM Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELAYANAN PENDIDIKAN OLEH GURU DAN SEKOLAH DILIHAT DARI SUDUT PANDANG "SERVICES MARKETING IN EDUCATION"

CONTOH K2 KEPENGAWASAN SEKOLAH

SUPERVISI PENDIDIKAN DAN PARADIGMA BARU