SUPERVISI PENDIDIKAN DAN PARADIGMA BARU

                                         Oleh GARMAWANDI
(Mahasiswa MM-UGM Program Beasiswa Kemdiknas II Tahun 2011)


      A.    Pendahuluan
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan antara lain dilakukan dengan berbagai kegiatan pelatihan untuk guru dan kepala sekolah, peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, serta upaya perbaikan mutu manajemen sekolah yang setiap saat dilakukan pembenahan guna tercapainya tujuan pendidikan nasional yang meningkat. Namun demikian, berbagai upaya yang dilakukan tersebut jika dilihat dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata (Depdiknas, 2002). Hal itu diperparah lagi dengan  krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia belum sepenuhnya teratasi sehingga memberikan dampak negatif terhadap  dunia pendidikan, sehingga diharapkan adanya suatu terobosan baru yang inovatif dengan berbagai pembaharuan pendidikan yang langsung menyentuh garis paling bawah sektor pendidikan yaitu sekolah dan guru.
Kondisi dunia yang semakin mengglobal sekarang ini, bergerak dan berubah semakin cepat dan kompetitif. Semua bidang mengalami pergeseran dan tantangan, termasuk lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan menghadapi tantangan serius untuk mampu mengikuti sekaligus berada di garda depan perubahan global tersebut. Kalau kita tidak mampu menjawabnya, maka lembaga pendidikan tidak akan berwibawa dihadapan roda dinamika zaman yang berjalan dengan cepat. Bahkan, lembaga pendidikan akan dianggap tidak mampu mengantisipasi realitas kekinian yang terjadi (Asmani, 2009: 15). Sebagai upaya kesiapan dalam menghadapi tantangan dan kondisi global kekinian tersebut dibutuhkan perubahan baru pola pikir kita dalam mengelola dan memperbaharui pendidikan Indonesia yang mengarah kepada konsep pendidikan kekinian sehingga pendidikan Indonesia akan mampu bersaingan secara global di dunia internasional. Banyak hal yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan sebagai antisipasi perkembangan global yang mau tidak mau harus dihadapi sekarang ini.
Menurut Saefudin Sa”ud dalam Mukhtar (2009), menyebutkan bahwa pendidikan Indonesia dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, diantaranya : (1) bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, yang secara kumulatif menuntuk tersedianya sarana pendidikan yang memadai; (2) berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus menerus, dan dengan demikian  menuntut pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup (long life education); (3) berkembangnya teknologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfaatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai suatu ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi. Oleh karenanya, guna menghadapi tantangan dan persoalan dalam berbagai bidang pendidikan tersebut dibutuhkan suatu pembaharuan mutlak guna mencari solusi melalui berbagai pemikiran baru yang dapat mencerahkan pendidikan nasional secara mendalam dan progresif, sehingga akan dicapai suatu perbaikan dan dapat meningkatkan mutu pendidikan kearah yang lebih baik, efektif, efisien dan produktif.
Menelusuri krisis pendidikan nasional yang kurang bermutu, sukar kita  menetapkan salah satu penyebabnya yang pasti, karena akan seperti mengurai benang yang kusut (Sutarsih, 2009: 311).
Di era reformasi yang sedang berjalan dan atau sekarang ini sudah mendekati pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan di Indonesia, perubahan mendasar yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang pemberian kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarta sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, yang kemudian dikenal dengan istilah otonomi daerah yang didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas. Pendidikan dan kebudayaan merupakan salah satu bagian penting yang mendapatkan hak untuk dilakukan otonomisasi pengelolaannya secara desentralisasi di daerah. Perwujudan dari desentralisasi itu  kemudian membawa keharusan yang melibatkan  pemerintah daerah untuk mendukung dan menopang dari segi pembiayaan terhadap kemajuan pengelolaan pendidikan di daerah.
Ketentuan otonomi daerah yang didasarkan Undang-undang sebagaimana yang dideskripsikan di atas, telah membawa perubahan baru terhadap paradigma manajemen penyelenggaraan pendidikan. Semula manajemen penyelenggaraan pendidikan merupakan kewenangan pusat, namun dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2003, semua kewenangan telah dialihkan ke pemerintah daerah. Wujud penyelenggaraan dan pengelolaan manajemen pendidikan dilaksanakan pada standar pelayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (Umiarso, 2011: 36). Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia, di mana pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik dan buruknya pribadi manusia menurut ukuran yang normatif. Untuk mencapai hal itu, diperlukan usaha nyata dari pemerintah guna pemberdayaan guru sejalan dengan kompetensi dan keprofesionalismeannya sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di sekolah sehingga mampu memunculkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, unggul dan kompetitif sejalan dengan “mega kompetisi” di dunia global sejalan dengan paradigma baru pendidikan nasional yang diarahkan pada terbentuknya masyarakat madani Indonesia. Pendidikan harus dibangun dari masyarakat, dan untuk semua masyarakat. 
Setiap orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan pada dasarnya harus memiliki kemampuan melaksanakan tugas-tugas yang diembannya secara kreatif dan bertanggung jawab. Tugas-tugas yang dimaksud seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan penilaian (evaluasi), serta proses komunikasi yang kesemuannya diarahkan pada upaya pencapaian tujuan bersama. Setiap orang yang terlibat dalam proses pendidikan pada dasarnya tidak hanya terlibat dalam kegiatan pendidikan secara profesional saja, akan tetapi juga terlibat dalam kegiatan administrasi, evaluasi, dan supervisi yang mengharuskan mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dalam hal-hal tersebut. Artinya kemampuan administrasi, evaluasi dan supervisi pada gilirannya akan mampu menempatkan para penanggung jawab pendidikan pada posisi sebagai pemimpin (administrator), evaluator dan supervisor pendidikan, dalam upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pendidikan (Mukhtar, 2009: 8).
   Proses interaksi belajar mengajar menuntut terjadinya tingkat retensi tinggi, terkontrol dan berlangsung sesuai perencanaan pembelajaran, sehingga hasil proses pembelajaran yang terjadi menjadi lebih efektif dan efisien sebagaimana ditetapkan dalam staandar kompetensi. Salah satu penentu produktivitas pembelajaran adalah guru (Supriyanto, 2006: 1). Potensi sumber daya guru sebagai suatu profesi terus menerus bertumbuh dan berkembang yang secara cepat mendorong guru-guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Agar dapat melakukan fungsinya secara profesional, maka guru perlu mendapat bimbingan, bantuan dan diberikan bantuan agar dapat terus menerus mampu mengembangkan sikaf profesionalisme dalam profesinya. Atas dasar hal itu, guru memerlukan kegiatan supervisi yang berkelanjutan dalam bentuk supervisi pendidikan.
Secara teoritis, guru sudah memiliki kompetensi untuk mendidik siswa, karena guru di Republik ini diangkat menjadi guru berdasarkan ijazah yang dimilikinya. Ijazah itu tidak akan mereka miliki jika mereka tidak kompeten. Namun kenyataannya, tidak banyak ditemukan guru yang dapat bekerja dengan sempurna sehingga menjadi teladan bagi guru yang lain (Pidarta, 1986: 7).
Menurut Sutarsih (2009), sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Depdiknas, Bappenas, dan bank Dunia, menemukan bahwa guru merupakan kunci penting dalam keberhasilan memperbaiki mutu pendidikan, dikemukannya : “guru merupakan titik sentral dalam usaha mreformasi pendidikan, dan mereka menjadi kunci keberhasilan setiap usaha peningkatan mutu pendidikan. Apapun namanya, apakah itu pembaharuan kurikulum, pengembangan metode-metode mengajar, peningkatan pelayanan belajar, penyediaan buku teks, hanya akan berarti apabila melibatkan guru”.
Masalah mutu pembelajaran, guru sebagai orang yang melakukan proses pembelajaran harus memberikan sesuatu yang bermakna sehingga mampu melakukan penguatan pengetahuan, penguatan sikaf dan prilaku sehingga terjadinya proses pembelajaran yang mandiri pada peserta didik. Oleh karena itu, agar terciptanya kualitas mengajar guru di dalam maupun di luar kelas sebagai upaya memperbaiki situasi belajar mengajar harus mendapat pengawasan dan pembinaan yang terus menerus dan berkelanjutan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam bentuk supervisi pendidikan.

B.     Konsep Supervisi Pendidikan
a.   Konsep Supervisi Modern
Istilah supervisi modern adalah sebutan baru untuk menggantikan istilah supervisi tradisional di bidang pendidikan yang cenderung mengarah ke inspeksi sebagai bentuk model pembinaan staff pada organisasi yang cenderung mengarah kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, serta selalu mencari kesalahan orang-orang yang diawasi. Karena dampak negatif yang ditimbulkan dari supervisi tradisional lebih banyak, maka konsep supervisi yang mengarah kepada inspeksi semakin lama, semakin ditinggalkan yang bersamaan dengan itu juga lahir supervisi yang lebih demokratis sebagai gugatan terhadap supervisi tradisional (Basnun Muslim, 2010: 37-38). Konsep supervisi itu kemudian dikenal sebagai supervisi modern.

Menurut Kimbal Wiles (1967: 20) berpendapat bahwa “supervision is an assitance in the development of a better teaching-learning situation” (supervisi adalah suatu bantuan dalam pengembangan peningkatan situasi belajar mengajar yang lebih baik). Rumusan itu mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goals, materials, techniques, method, teacher, student, and environment). Ini diartikan bahwa yang menjadi sasaran dari layanan supervisi adalah memperbaiki dan meningkatkan situasi layanan belajar-mengajar yang dilakukan oleh sekolah dan guru ke arah yang lebih baik.

Menurut Neagley (1980) dalam Hartati (2006) bahwa supervisi adalah pelayanan kepada guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan instruksional, belajar dan kurikulum. Pada konsep ini, supervisi diartikan sebagai bantuan, pengarahan, bimbingan kepada guru-guru dalam bidang instruksional, belajar dan kurikulum. Nilai dari supervisi ini akan tampak dalam perkembangan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan pada perkembangan siswa.

Menurut Adams dan Dickey (1959) dalam  Piet A. Sahertian, Supervisi adalah program yang berencana untuk memperbaiki pengajaran. Program ini pada hakikatnya adalah perbaikan hal belajar dan mengajar. Sedangkan menurut Dictionary of Education Good Carter (1959) memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas sekolah dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran.

Menurut Piet A. Suhertian (2008) dalam bukunya Konsep Dasar danTeknik Supervisi Pendidikan mendifinisikan, supervisi adalah suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.

Sedangkan menurut Hoy dan Forsyth (1986) dalam Basnun Muslim (2010: 38) mengemukakan bahwa “supervision is the set of activities designed to improve the teaching-learning process”, rumusan ini jelas lebih spesifik lagi yaitu supervisi lebih difokuskan lagi pada meningkatkan kualitas pengajaran atau proses belajar mengajar.

Dari gambaran menurut para ahli di atas disimpulkan bahwa supervisi adalah serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor sebagai upaya menstimulasi, mengkoordinasikan, membimbing dalam membantu (helping) dan memberi bantuan (to help) kepada guru baik secara individu maupun kelompok secara kontinyu guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran ke arah yang lebih baik.

b.   Pengertian Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan pada umumnya mengacu kepada usaha perbaikan situasi belajar mengajar (Sutarsih, 2010: 312). Kegiatan supervisi akademis merupakan suatu bentuk layanan profesional yang dikembangkan untuk meningkatkan profesionalisme komponen sekolah, khususnya guru dalam menjalankan tugas utamanya yaitu sebagai pendidik dan pengajar yang merupakan ujung tombak dalam menjalankan roda pendidikan (Umiarso, 2011: 277-278). Pelaksanaan pengawasan proses kegiatan pembelajaran di sekolah atau lembaga pendidikan yang dilakukan dengan mengacu pada sistem dan mekanisme yang telah baku disebut supervisi akademis. Artinya, supervisi akademis dilakukan atau dilaksanakan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai tingkat perkembangan kebutuhan users. Supervisi dilakukan bukan dalam rangka mencari-cari kesalahan pada pelaksanaan kinerja guru dan komponen sekolah, melainkan untuk membantu sekolah tersebut dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajarannya dan untuk mengatasi berbagai hambatan yang ditemukan dalam proses belajar mengajar. Atau secara sederhana dapat diartikan bahwa supervisi adalah upaya penciptaan dan pengembangan situasi belajar-mengajar ke arah yang lebih baik.

Supervisi pendidikan merupakan suatu kegiatan pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan atau meningkatkan kemampuan profesional guru.

c.   Supervisi Pendidikan dengan Paradigma Baru
Pengertian supervisi pendidikan pada umumnya mengacu kepada usaha perbaikan situasi belajar mengajar, yang dilakukan dengan memberikan bimbingan, membantu (helping) dan memberi bantuan (to help) kepada guru sebagai upaya memperbaiki proses pembelajaran ke arah yang lebih baik.

Supervisi yang dilakukan oleh seorang supervisor dengan cara memberi bantuan kepada guru, agar guru dapat mengembangkan kemampuan profesionalismenya, hal ini dimaksudkan bila guru telah meningkat kemampuan profesionalismenya, maka akan terjadi peningkatan situasi belajar mengajar yang lebih baik.

Menurut Umiarso (2010), dalam menjalankan tugasnya seorang supervisor harus mampu membina peningkatan mutu akademis yang berhubungan dengan usaha-usaha menciptkan kondisi belajar yang lebih baik, yang berupa aspek akademis dan bukan masalah fisik material semata. Supervisi dilakukan bukan dalam rangka mencari-cari kealahan pada pelaksanaan kinerja komponen sekolah, melainkan untuk membantu komponen sekolah tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan untuk mengatasi berbagai hambatan yang ditemukan dalam proses belajar mengajar. Kegiatan supervisi dilakukan dalam dua kegiatan yaitu supervisi akademis  dan supervisi administrasi. Supervisi akademis merupakan suatu bentuk kegiatan layanan profesional yang dikembangkan untuk meningkatkan profesionalisme komponen sekolah, khususnya guru dalam menjalankan tugas utamanya, yaitu sebagai pendidik dan pengajar yang merupakan ujung tombak dalam menjalankan roda pendidikan. Sedangkan supervisi administrasi menekankan pemgamatan pada apek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran. Meski demikian, keduanya tetap dapat dilakukan bersam-sama untuk menjamin proses pembelajaran berjalan efektif dan efisien.

Menurut Piet A Suhertian (2008), dalam perkembangannya ke depan ia melihat objek dari supervisi di masa yang akan datang mencakup empat hal yaitu (1) pembinaan kurikulum; (2) perbaikan proses pembelajaran; (3) pengembangan staff, dan (4) pemeliharaan dan perawatan moral serta semangat kerja guru-guru.

Dalam Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan (2003) dalam Umiarso (2011: 281-282), menyatakan bahwa supervisi untuk masa datang harus diarahkan pada hal-hal berikut. Pertama,  membangkitkan dan merangsang semangat guru dan pegawai sekolah dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan baik. Kedua, mengembangkan dan mencari metode-metode belajar mengajar yang baru dalam proses pembelajaran yang lebih baik dan lebih sesuai. Ketiga, mengembangkan suasana yang baik antara guru dan siswa, guru dan sesama guru, guru dan kepala sekolah, serta seluruh staff seklah yang berada dalam lingkungan sekolah yang bersangkutan. Keempat, berusaha meningkatkan kualitas wawasan dan pengetahuan guru serta pegawai sekolah dengan cara mengadakan pembinaan secara berkala, baik dalam bentuk workshop, seminar, in service training, up grading, dan lain sebagainya.

Menurut Mukhtar (2010: 46-47), ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan, yaitu :
1)   Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan.
Perkembangan tersebut serng menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus menerus dengan keadaan nyata dilapangan. Hal tersebut berarti guru-guru harus senantiasa berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan mendasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik.
2)   Pengembangan personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus menerus dalam suatu organisasi.
Pengembangan personel dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggungjawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggunjawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.

Pelaksanaan kegiatan supervisi pendidikan dilingkungan sekolah dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah kepada guru tidak bersifat temporer (tentatif) atau sesuai dengan tingkat etensitas kebutuhan dari pelaku pendidikan, namun bersifat kontinyu, integral, holistik dengan dasar “bantuan” yang diberikan kepada guru selaku pioner dalam pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah harus secara gigih mengupayakan pola managemen pembelajaran efektif dengan meningkatkan kualitas belajar peserta didik melalui program supervisi pendidikan sebagai implementasi bentuk profesionalisme kepala sekolah sebagai supervisor. 

Nilai suatu supervisi terletak pada perkembangan dan perbaikan situasi beajar mengajar yang direfleksikan pada perkembangan para peserta didik. Perbaikan situasi belajar mengajar berhubungan erat dengan pengelolaan kelas, ialah suatu usaha untuk (1) menciptakan, memperbaiki, dan memelihara organisasi kelas agar para siswa dapat mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya secara maksimal; (2) menyeleksi fasilitas belajar yang tepat dengan problem dan situasi kelas; (3) mengkoordinasi kemauan siswa mencapai tujuan pendidikan, dan (4) meningkatkan moral kelas (Mukhtar, 2010: 43).

C.  Tujuan Supervisi Pendidikan
Tujuan dari pelaksanaan supervisi pendidikan adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan situasi belajar mengajar yang lebih baik.

Adapun tujuan supervisi pendidikan menurut Mukhtar (2010: 41) antara lain sebagai berikut :
a)   Membangkitkan dan mendorong semangat guru dan pegawai administrasi sekolah lainnya untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
b)  Agar guru dan pegawai administrasi lainnya berusaha melengkapi kekurangan-kekuarangannya dalam penyelenggaraan pendidikan termasuk bermacam-macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar mengajar yang baik.
c)   Bersama-sama berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode-metode baru dalam kemajuan proses belajar mengajar yang baik.
d)  Membina kerjasaa yang harmonis antar guru, murid dan pegawai sekolah, misalnya dengan mengadakan seminar, workshop, in service training ataupun training.

Sedangkan menurut N.A. Ametembun (1981) dalam Cicih Sutarsih (2009: 316) merumuskan tujuan dari supervisi pendidikan yaitu :
1)  Membina kepala sekolah dan guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah mencapai tujuan itu.
2)  Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang efektif.
3)   Membantu kepala sekolah dan guru untuk mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan mengajar belajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan-perbaikan.
4)   Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lainnya terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong menolong,
5)   Memperbesar ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu layanannya secara maksimal dalam bidang profesinya (keahlian) meningkatkan “achievement motive”.
6)   Membantu pimpinan sekolah untuk mempopulerkan sekolah kepada masyarakat dala mengembangkan program-program pendidikan.
7)   Membantu kepala sekolah dan guru-guru untuk mengevaluasi aktivitasnya dalam konteks tujuan-tujuan aktivitas perkembangan peserta didik, dan
8)   Mengembangkan “esprit de corps”, guru-guru, yaitu adanya rasa kesatuan dan persatuan (kolegial) antar guru-guru.

D.    Peranan Supervisi Pendidikan
Dengan perubahan sistem pendidikan nasional dari sentralisasi ke desentralisasi, telah terjadi perubahan yang berbeda. Di mana semula segala sesuatunya di atur dan di kelola oleh pemerintah pusat, dan kini dengan sistem desentralisasi, penyelenggaraan pendidikan di sekolah (otonomi sekolah) menjadi titik sentral penyelenggaraan pendidikan, dan masyarakat pun diikutsertakan dan turut serta dalam usaha-usaha pendidikan.
Akibat dari hal tersebut, tanggungjawab kepala sekolah, guru dan stakeholder semakin banyak dan luas. Tugas kepala sekolah, dan guru sekarang mengatur jalannya sekolah dan dapat bekerjasama dan berhubungan erat dengan masyarakat. Kepala sekolah wajib membangkitkan semangat staff guru-guru dan pegawai sekolah untuk bekerja dengan baik, membangun visi dan misi, kesejahteraan, hubungan dengan pegawai sekolah dan murid, mengembangkan kurikulum dan lain sebagainya.
Akibat dari semakin kompleksnya peran sekolah dan organisasinya dalam kegiatan sehari-hari, supervisi merupakan keharusan yang diperlukan dan bertolak dari dasar tersebut bahwa guru merupakan profesi. Profesi selalu tumbuh dan berkembang yang memerlukan pelayanan. Guru merupakan titik sentral yang langsung berhubungan dengan peserta didik. Kualitas guru sangat menentukan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru membutuhkan orang lain yang mempunyai pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang lebih dari guru berkaitan dengan tugas pendidikan dan pengajaran.
Guru membutuhkan bantuan dari sesama rekan guru yang memiliki kelebihan dan saling bertukar ilmu pengetahuan. Guru membutuhkan bantuan kepala sekolah dan pengawas yang secara struktural dianggap memiliki kelebihan dari guru. Supervisor yang berkualitas adalah supervisor yang dapat memberikan bantuan kepada guru ke arah usaha pemecahan masalah dan perbaikan kualitas proses pembelajaran secara sistematis, kontinyu, dan komprehensif (Mukhtar, 2011: 50-51).

E.     Mengembangkan Kualitas Guru
Salah satu faktor penting pendidikan adalah guru. Guru adalah orang yang berinteraksi dengan anak didik, memberikan keteladanan, motivasi, dan inspirasi untuk terus bersemangat belajar, berkarya dan berprestasi. Memajukan kualitas guru adalah salah satu kunci memajukan pendidikan yang ditunggu-tunggu oleh peserta didik dan masyarakat secara umum. Berbagai program kegiatan dilakukan untuk menunjang pengembangan potensi guru, disisi lain guru juga harus termotivasi untuk banyak membaca, berlatih, berkerya serta menjadi figur inspirator dan motivator bagi peserta didik dan masyarakat. Guru harus merubah dirinya searah dengan perkembangan zaman dan kemajuan pendidikan secara global, oleh karena itu guru harus bertumbuh dan berkembangan sejalan dengan kebutuhan profesionalitas dirinya sebagai guru. Tanpa daya dan upaya dalam diri guru, maka usaha apapun yang dilakukan oleh pemerintah tidak bayak artinya. Karena energi  untuk berubah kearah yang lebih baik haruslah dari diri guru itu sendiri, dan bukanlah sesuatu yang formalitas saja.
Upaya yang dilakukan agar dapat mengelola kegiatan belajar-mengajar dengan baik, seorang guru paling tidak harus memiliki tiga kemampuan dasar, yaitu (1) kemampuan personal, (2) kemampuan profesional, dan (3) kemampuan sosial (Depdiknas, 2008). Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 menegaskan bahwa komptensi seorang guru terdiri dari (1) kompetensi profesional, (2) kompetensi pedagogik, (3) kompetensi personal atau kepribadian, dan (4) kompetensi sosial.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, kualitas guru adalah hal utama. Artinya kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan yang terpenting dan paling menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas guru. Kemampuan profesional inilah yang berpengaruh langsung terhadap tinggi rendahnya mutu proses belajar dan hasil belajar mengajar (Basnun Muslim, 2010: 40).

F.     Etik Dalam Supervisi
Perilaku etik sangat diperlukan dalam supervisi pendidikan. Salah satu keberhasilan dari pelaksanaan supervisi pendidikan adalah perilaku supervisor itu sendiri, di mana faktor perilaku manusia di belakang tugas mempunyai pengaruh besar dalam keberhasilan misi supervisi. Supervisi yang berhasil adalah mereka yang melaksanakan tugasnya berkenaan dengan diri orang yang disupervisi. Ia memiliki sifat-sifat kepribadian yang diterima dalam pergaulan sesama kerabat kerja, termasuk juga ia memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan profesi supervisor dan dapat menjaga kode etik pekerjaannya (Sutarsih, 2009: 320).
Masalah etik sangat dibutuhkan dalam semua kegiatan organisasi pada saat ini, di mana prilaku etik menjadi salah satu penentu keberhasilan terhadap orang yang akan di bantu sehingga menimbulkan kepercayaan penuh terhadap bantuan yang diberikan. Etik sangat menentukan model perbantuan yang akan diberikan, akibatnya sorang supervisor memang mau tidak mau adalah orang yang memenuhi kreteria baik untuk menjadi orang dipercaya dalam upaya mambantu dan diberi bantuan. Dalam kondisi pendidikan Indonesia yang semakin komplek, supervisor selain  harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, juga harus memiliki kompetensi sosiail dan kompetensi personal yang tinggi, karena disinilah seorang supervisor akan mampu dipercaya oleh orang yang diberi bantuan.

G.    Penutup
Pada akhirnya, supervisi pendidikan di Indonesia memang sudah saatnya dilakukan perubahan dan pembaharuan, khususnya mengenai makna, subjek, objek dan tujuan dari supervisi itu sendiri. Supervisi bukanlah sebuah kegiatan untuk memata-matai guru, menginspeksi guru guna mencari-cari kesalahan guru dan kepala sekolah dalam proses pengajaran yang merupakan pola konsep supervisi tradisional, melainkan untuk saat ini supervisi sudah harus mulai dengan paradigma barunya guna menghadapi tantangan dan hambatan pendidikan di Indonesia yang semakin komplek yang mau tidak mau harus bersaing dengan munculnya perubahan sejalan dengan globalisasi dunia dan globalisasi pendidikan.
Supervisi merupakan sebuah aktivitas layanan pendidikan yang bertujuan membantu dan memberi bantuan kepada guru guna melakukan pembaharuan dan perubahan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam pengajaran agar mencapai tujuan ke arah yang lebih baik. Dalam kaitan ini, supervisi merupakan upaya kegiatan pembimbingan profesional kepada guru-guru untuk meningkatkan pengajaran yang bermutu, karena guru dalam proses pembelajaran selalu berhadapan dengan perkembangan dan pertumbuhan zaman, oleh karenanya guru sangat membutuhkan bantuan layanan dalam mengembangkan profesinya.
Supervisi dengan konsep memberi layanan pendidikan ditujukan kepada guru sebagai orang yang melakukan kegiatan pembelajaran terhadap peserta didik, sehingga supervisi harus memperhatikan pertumbuhan belajar peserta didik.
Dalam pelaksanaan supervisi harus terpusat pada guru dan didasarkan atas kebutuhan guru. Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada personel sekolah secara keseluruhan, dan khususnya guru. Karena di tangan guru inilah kualitas pemmbelajaran ditentukan, dan diharapkan dengan supervisi dipusatkan pada guru, maka guru dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik yang berujung kepada meningkatnya kualitas pendidikan di sekolah. Selanjutnya bahwa supervisi didasarkan atas kebutuhan guru, berkaitan erat dengan beberapa keperluan yang harus dipenuhi  guru dalam proses pembelajaran, contohnya salah satunya adalah guru harus mengajar dengan menggunakan alat peraga, karena tanpa alat peraga menyebabkan sebuah pembelajaran menjadi kurang efektif. Dalam kaitan ini, seorang supervisor harus mampu mengajak, membimbing, dan membantu guru untuk menggunakan alat peraga dalam pengajaran sehinggan pembelajaran lebih efektif.


H.    Daftar Pustaka

Asmani, Jamal Ma’ruf, (2009). Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional: Panduan Quality Control bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta : DIVA Press

Depdiknas, (2002). Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta : Direktoral : Pendidikan Lanjutan Pertama

Depdiknas, (2005). Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005. Jakarta : Depdiknas

Mukhtar, H. (2009). Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada (GP) Press.

Muslim, Sri Basnun, (2010). Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru. Bandung : CV. Alfabeta

Pidarta, Made, (1992). Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan (Masalah-masalah Suupervisi, jenis-jenis Supervisi, Ruang Lingkup Tugas Supervisor, Supervisi Klinis, Dukungan Kredit Point Guru, Komputerisasi Pendidikan). Jakarta : Bumi Aksara.

Suhertian, Piet. A, (2008). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta.

Sukirman, Hartati, (2008). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta :UNY Press.

Supriyanto, Eko, (2006). Pedoman Pelaksana Supervisi Klinis di Sekolah. Surakarta : Pusat Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (P4) FKIP UMS.

Tim Dosen AP-UPI, (2010). Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Umiarso, (2011). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Yogyakarta : IRCiSoD.

Wiles, Kimbal, (1967). Supervision for Better School. New York : Prentace-Hall, Inc.
                                                                                                                                              

Komentar

  1. Salam sobatku...di SMAN Manggar Belitong. Aku Stevanus Parinussa kelas A2 senang berjumpa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELAYANAN PENDIDIKAN OLEH GURU DAN SEKOLAH DILIHAT DARI SUDUT PANDANG "SERVICES MARKETING IN EDUCATION"

CONTOH K2 KEPENGAWASAN SEKOLAH